Bismillahir rahmanir rahiim…
Kontributif adalah sifat yang disematkan bagi orang yang memberikan kontribusi, sumbangsih bagi orang lain atau lingkungan.
Membicarakan kata kontributif mungkin sesuatu yang mudah. Namun, pada faktanya tidak semua manusia mampu menjadi pribadi yang kontributif. Pasalnya, banyak diantara kita cenderung untuk membebek, mengikut, atau mengekor saja. Lebih parah lagi, ada juga diantara kita merasa sudah bekerja, bersumbangsih tapi toh sumbangsih mereka adalah sumbangsih yang negatif. Kata kontributif dikonotasikan sebagai kata yang bernilai positif. Pribadi yang kontributif adalah pribadi yang mandiri, independen dan tegas serta tegar dibawah garis komando prinsipnya.
Namun demikian, bukan berarti sebuah kemustahilan mengubah pribadi. Mengubah paradigma, mengubah persepsi, mengubah sikap dari sebuah ‘benalu’ menjadi sebuah simbiosis yang mutual. Saling melengkapi bukannya menghisab keuntungan dari pertemanan ataupun dari yang lain.
Saya berbicara tentang kontribusi dikarenakan hal ini menurut saya adalah bagian dari tanggung jawab. Segala kelebihan yang kita miliki ada tanggung jawab di dalamnya. Meminjam kalimat motivasi dalam film Spiderman yang dilontarkan oleh Paman Ben sebelum kematiannya kepada Peter Parker ‘Spiderman’, “Kekuatan besar memerlukan tanggung jawab besar“.
Saya tidak sedang bercerita bahwa anda, saya, dan kita semua harus menjadi super hero kemudian berkontribusi. Tetapi, saya hanya ingin membicarakan fakta yang masing-masing kita miliki. Kita adalah makhluk ciptaan Tuhan, diberikan kemampuan hidup, kelebihan dan kekuatan. Setiap inci kelebihan kita adalah tanggung jawab, karena ia adalah penyembuh bagi tiap spasi kekurangan yang dimiliki oleh makhluk lain. Entah itu sesama manusia atau dengan alam tempat kita berpijak.
Menjadi Pribadi Kontributif berarti Menemukan Core Diri, Menemukan Potensi Diri
Sebuah pencarian panjang nan melelahkan dalam sebagian hidup manusia adalah menemukan kelebihan yang dimiliki. Allah SWT telah menciptakan kelebihan dalam diri kita. Itu adalah sebuah sunnatullah. Tanpa engkau gugat ia akan menyertaimu. Tanpa engkau minta ia pun sebenarnya telah melekat dalam dirimu. Sedekat antara kerongkongan, rongga dada dan jantung. Dekat namun engkau harus mengenalinya.
Pembatas selanjutnya yang membuat manusia tidak bisa menjadi pribadi kontributif adalah ketidak percayaannya terhadap ‘anugerah’ kelebihan dalam dirinya. Percaya adalah sebuah sikap mental. Ia memang berasal dari dalam diri manusia, internal. Namun, ia akan mempengaruhimu secara eksternal. Internal to eksternal.
Kehilangan kepercayaan atas kemampuan yang dimiliki adalah penyakit kronis. Ia tidak sakit ‘mencubit’ namun jelas akan membuatmu lumpuh. Ketidak percayaan atas apa yang engkau miliki hanya membuat engkau senantiasa haus untuk mencari dan mencari. Mencari sebuah kelebihan, yang nyatanya bukan berasal dari dirimu. Mungkin itu adalah refleksi.
Salah satu cara tergampang untuk menemukan kelebihan diri adalah dengan memperhatikan tanda-tanda yang diperlihatkan Tuhan dalam hidup dan kehidupan kita. Tanda Tuhan ini adalah ayat-ayat Tuhan.
Sebuah keyakinan yang perlu anda camkan bahwa kekuatan itu harus memerlukan sebuah tempat mengasah. Untuk membuatnya tajam dan berguna. Kekuatan itu memerlukan ujian untuk mengujinya bahwa ia adalah kekuatan. Maka, bagian hidup, prinsip hidup yang paling banyak mendapat cobaan dari Tuhan boleh jadi adalah bagian dari kelebihan yang engkau miliki. Mengubah sebuah nestapa menjadi anugerah. Bisakah?
Jawabnya tergantung engkau menyikapinya.
Sebuah kisah, seorang pemuda membeli tanah di sebuah perkampungan. Tanah ini terbilang murah jika dibandingkan dengan harga tanah di sekitarnya. Salah satu sebabnya adalah karena tanah ini adalah tanah berbatu. Usut punya usut, pemuda ini kemudian mendatangi tanah yang telah dibelinya tersebut. Ternyata, selain berbatu tanah yang telah dibelinya juga banyak ular bersarang di dalamnnya. Bagaimana kira-kira pemuda ini akan bersikap ? Apakah ia akan membatalkan membeli tanah tersebut sambil marah-marah kepada orang yang telah menawarinya tanah? Jawabnya ternyata tidak. Oleh pemuda tersebut, tanah tersebut disulapnya menjadi peluang bisnis. Ya, bisnis ular. Tanah tersebut ternyata sangat cocok untuk mengembang biakkan ular. Bebatuan yang banyak di sebidang tanah tersebut merupakan media tumbuh dan berkembangnya ular. Dengan sedikit modal, akhirnya pemuda tersebut menjual berbagai jenis ular. Salah satu yang paling banyak ia pelihara adalah ular sanca.
Apakah anda bisa melihat point yang bisa diambil dari cerita di atas? Yup, mengubah nestapa menjadi anugerah.
Islam juga mengajarkan demikian. Begini kalau dalam Islam. Dalam hadits disebutkan bahwa sungguh menakjubkan urusan seorang muslim, apabila ia mendapatkan nikmat maka ia akan bersyukur begitupun sebaliknya jika ia mendapat cobaan maka ia akan bersabar. Menakjubkan. Amazing. Begitulah mungkin mengungkapkan, berolah berkah di dua sisi. Sisi positif dapat, sisi negatif pun berolah pahala.
Okey, kembali cek hidup anda. Nestapa apa yang paling sering menjumpai hidup Anda? Saya ingin mengatakan bahwa Tuhan seolah ingin mengatakan bahwa ‘Dengan cobaan ini, Aku ingin mengasah dirimu?’
Kembali kepada pribadi kontributif.
Setelah anda mengenal diri Anda. Posisi hingga kelebihan anda, maka saatnya anda beranjak dari langkah selanjutnya yaitu memberikan sumbangsih.
Disaat menjadi mahasiswa, kontribusi apa yang bisa kita lakukan dan mungkin bisa kita lakukan dengan posisi tersebut? Boleh jadi, bukan semata belajar dalam artian akademik. Tetapi, bisa lebih dari itu. Ikut terlibat dalam kegiatan sosial dan politik, bisa jadi jawabnya. Pasalnya kenapa? Disaat mahasiswa berkontribusi dalam bidang sosial dan politik dengan posisinya sebagai mahasiswa itu menjadi sebuah nilai lebih. Unik. Menjadi mahasiswa pintar secara akademik adalah hal yang normal menurut saya. Toh, memang demikian seharusnya. Betapa tidak, kampus adalah gudangnya ilmu. Tempatnya para professor berkumpul. Tempatnya para ‘atlet’ otak berkumpul dan bergumul. Berkontribusi secara akademik adalah sebuah kewajaran dengan kondisi lingkungan yang mendukung.
Begitu pun di saat berada dalam posisi yang berbeda. Sedang bekerja di sebuah instansi, misalnya. Saya sebenarnya sedang kagum dengan pasangan suami istri di salah satu tempat yang sekarang saya bekerja. Pasangan suami istri ini menurut saya merupakan pribadi yang kontributif. Istrinya berprofesi sebagai bidan. Selain bidan, ternyata ia juga menjadi dosen di sebuah sekolah kesehatan. Lain lagi, ia juga aktif di sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Pernah suatu ketika, saya melihat meja belajarnya. Ada tumpukan buku di atasnya, normal menurut saya. Tapi, ada yang luar biasa. Di depan meja belajar itu, terpampang schedule kegiatan full selama satu tahun. Jadwalnya padat dan semua terisi.
Suaminya juga tidak kalah. Selain sebagai kepala rumah tangga, ia juga aktif di pemerintahan. Tidak terlalu tinggi sih, cuman menjadi Ketua RW. Ia juga aktif dalam organisasi keIslaman. Selain itu, ia juga mengelolah kost-kostan dan berbagai kesibukan lain. Luar biasa.
Menjadi pribadi kontributif tidak menunngu diri kita sampai pada derajat kesempurnaan. Contohlah sahabat Rasulullah SAW, Ibnu Mas’ud. Badannya kecil, namun kedua betisnya lebih berat pahalanya dibanding gunung Uhud. Sahabat lain, Abu Hurairah yang merupakan salah satu sahabat yang terlambat masuk Islam, namun darinya banyak hadits yang diriwayatkan dari jalur beliau.
Menjadi seorang muslim pun, kita dituntut menjadi pribadi yang kontibutif. Bagi manusia, orang lain dan seluruh alam semesta, jagat raya. Menjadi pribadi kontributif berarti siap menghempaskan ‘jubah’ individualis. Hanya memikirkan maslahat diri sendiri sambil mengabaikan manfaat orang lain dan lingkungan sekitar.
Menjadi pribadi kontributif berarti siap menjadi pribadi yang berada dalam pentas sejarah. Mencatat nama dalam prasasti prestesius. Lihatlah, bagaimana tokoh-tokoh yang berpengaruh di dunia? Merekalah pribadi-pribadi kontributif.
Maka, bersiaplah menjadi pribadi kontributif dengan senantiasa mengembangkan kapasistas diri, baik secara kualitas maupun kuantitas. Saya pernah menulis dalam postingan sebelumnya, walaupun nuansanya untuk pengemban dakwah, namun bisa juga anda baca “Pengemban Dakwah, Senantiasa Mengembangkan Diri“.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Tulisan ini tidak bermaksud menggurui anda, apalgi jika anda ingin menulis essay beasiswa. Beasiswa yang cukup bergengsi di Indonesia, yakni beasiswa LPDP mensyaratkan anda untuk menulis sebuah essay dengan tema, kontribusiku bagi daerah, instansi maupun bagi negeri.
Sebuah hadiah buat anda memerlukan kontribusi bagi yang lain. Semoga tulisan ini bisa berkontribusi :)