Bismillahir rahmanir rahiim…
Di dunia akan selalu terjadi dinamika. Hidup dan kehidupan akan senantiasa bergerak, karena hidup di dunia ini pasti akan mengalami perubahan. Perubahan telah menjadi sesuatu yang dekat dengan manusia, sehingga perubahan sendiri bisa menjadi sangat akrab bagi mereka yang mawas diri dan sangat asing bahkan terlupakan bagi mereka yang meluapakan akhirat, wahn.
Manusia sebagai subyek yang ada di dunia ini merupakan pemain yang bisa saja mengakrapi dirinya dengan perubahan. Manusia punya hasrat yang didasari atas pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluriahnya dalam memenuhinya akan melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan di dalam dirinya.
Peletakan perubahan pun harus didefenisikan dengan baik. Memang benda-benda atau fakta-fakta yang ada disekeliling kita akan senantiasa berubah. Mau tidak mau. Perubahan dari muda menjadi tua, contohnya. Sebuah realitas yang tidak mungkin kita elakkan. Namun, ini merupakan perubahan yang sifatnya sunnatullah.
Maka sedari awal kita harus mendefenisikan apa yang mau kita rubah dan perubahan yang bagaimana yang kita inginkan. Peran akal dalam menentukan perubahan menjadi sangat urgen. Dan kondisi ideal yang bagaimana yang mau dituntut.
Kita sebagai seorang muslim, maka landasan yang ideal tentunya tidak boleh disandarkan kepada manusia. Kondisi ideal harus dirumuskan dari luar diri manusia. Mengetahui hakikat segala sesuatu. Ini menjadi pola sikap dan pola pemikiran yang seharusnya senantiasa mengikat dalam diri pribadi muslim. Hidup mati dan ibadahnya hanya untuk Allah, maka seharusnya dan sudah sepantasnya perubahan yang ingin diraih dan diperjuangkan merupakan perubahan yang didasari untuk Allah SWT.
Jika kita melihat fakta yang terjadi di masyarakat, maka kita akan melihat banyak ketimpangan dan kezhaliman terjadi. Pembunuhan, pencurian, pejabat korup, hakim yang khianat, penguasa yang menjual kekayaan negerinya merupakan contoh-contoh ketimpangan yang terjadi. Bermasalah dikarenakan senjang antara kondisi ideal sangat jauh.
Kondisi seperti inilah yang ingin diubah menjadi kondisi yang ideal menurut Allah SWT. Maka akan sangat salah kaprah jika seorang muslim kemudian melandaskan perubahan yang dilakukan berdasarkan rumusan-rumusan mereka sendiri, bergerak berlandaskan formula buatan mereka, padahal Rasulullah SAW merupakan sosok yang harusnya dicontoh dalam hal ini.
Rasul SAW juga mendapati realitas masyarakat yang rusak, dan Rasul SAW pun bergerak untuk mengubah kondisi masyarakat yang tidak ideal, jahiliyah menjadi kondisi masyarakat yang ideal, masyarakat Islami. Maka tentu, perubahan yang kita inginkan dan arahkan adalah perubahan yang sesuai apa yang dilakukan oleh Rasul SAW.
Perubahan Mendasar dan Perubahan Parsial
Jika memang demikian adanya, maka kita dapat mengkategorisasi perubahan yang dilakukan oleh manusia menjadi dua bagian dalam hal mengubah realitas buruk di dalam masyarakat. Pertama, adalah perubahan yang mendasar dan sifatnya menyeluruh dan yang kedua adalah perubahan yang parsial dan sifatnya adalah sementara.
Perubahan mendasar dilatar belakangi oleh perubahan pemikiran dan perasaan individu dan masyarakat. Perubahan ini menyentuh ranah ideologi dikarenakan solusi permasalahannya mampu menjawab segala lini kehidupan. Dan begitulah sifat dari ideologi. Mampu menjawab permasalahan kehidupan manusia, karena mampu menjawab sesuatu yang mendasar di dalamnya.
Perubahan parsial adalah perubahan yang sifatnya hanya sebagian kecil menjawab permasalahan yang ada. Menjawab permasalahan per pragmen namun tidak tuntas. Perubahan seperti ini misalnya adalah perubahan atau perbaikan per sektoral atau per divisi, departemen, atau sub sistem. Contoh perubahan seperti ini adalah menuntaskan kemiskinan dengan perbaikan akhlaq atau motivasi bekerja agar lebih giat.
Jika kita sebagai seorang akademisi atau seorang mahasiswa (seperti posisi saya sekarang ini), maka jika kita ingin menuntaskan permasalahan masyarakat maka tentu kita harus memilih. Apakah jalur perubahan mendasar atau perubahan yang parsial yang mau kita ambil?
Wallahu ‘alam. []