Bismillahir rahmanir rahiim…
Kepribadian (syakhsiyah) Islam dibentuk oleh dua hal. Pertama adalah, pemikiran dan yang kedua adalah perasaan. Kedua aspek inilah yang akan menentukan manusia dalam menentukan dan menetapkan sesuatu.Termasuk di dalamnya adalah bagaimana cara manusia memenuhi kebutuhan jasmani maupun pemenuhan naluriahnya.
Berbicara tentang motivasi, maka secara sederhana kita dapat mengartikannya sebagai dorongan atau landasan sehingga kita melaksanakan sesuatu. Motivasi menjadi landasan seseorang untuk meraih sesuatu yang ingin dicapai atau dituju. Namun, terkadang motivasi ini luntur dikarenakan ketidak mampuan manusia untuk menjaga dan merawat motivasi dalam dirinya.
Motivasi itu bisa lahir dari pemikiran untuk mengubah sebuah kenyataan atau realitas menuju ke realitas yang lebih baik atau ideal. Namun, motivasi yang lahir dari landasan pemikiran belum cukup dikarenakan kepribadian manusia dibangun dalam dua hal, pemikiran dan perasaan. Motivasi akan menguat dan terus berkobar jika tidak melupakan perasaan (nafsiyah) dan tentu harus ditopang dengan pemikiran yang mendasar.
Adalah buku dengan judul “Motivasi Nafsiyah, Pengokoh Jiwa nan Gundah” karya M. Rahmat Kurni dan Iwan Januar menjadi rujukan untuk menyelami bagaimana mengokohkan dan merawat motivasi nafsiyah yang dimiliki.
Salah satu kelemahan training-training motivasi yang menjamur diadakan adalah adanya pendikotomian antara pemikiran dan perasaan. Boleh jadi training yang dibuat hanya menyentuh salah satu aspek kemudian melupakan atau mengabaikan yang lainnya. Dan boleh jadi pula, ketidakmampuan mereka merumuskan cara merawat motivasi yang sebelumnya telah terbentuk. Sehingga hasilnya bisa diprediksi bahwa motivasi dari hasil training hanya bisa bertahan paling lama satu minggu atau satu bulan. Setelah itu kembali menjadi tidak termotivasi dan hanya menjadi pengetahuan baru yang tidak diimplementasikan.
Menjaga motivasi merupakan pekerjaan lanjutan setelah merajut motivasi. Buku ini memberikan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk merawat motivasi. Tentu sesuai dengan judulnya, motivasi nafsiyah. Perasaan kita diarahkan untuk senantiasa taat. Menghadirkan Allah SWT dalam tiap pekerjaan yang dilakukan atau senantiasa bergantung kepada Allah SWT sebagai Tuhan Pemberi dan Pemilik Kekuatan.
Bab pertama dimulai dengan pembahasan tentang penghalang-penghalang doa. Bab ini secara khusus ingin menyampaikan bahwa doa selain ibadah, merupakan senjata bagi orang yang beriman. Berdoa merupakan ibadah yang sukai oleh Allah SWT dan dianjurkan bagi manusia untuk senantiasa berdoa. Dengan senantiasa berdoa, berarti manusia telah menghadirkan Allah SWT dalam setiap tindakan yang akan, sedang dan telah dilakukan.
Kemudian, ada pula bab yang membahas mengenai cara menyatukan antara pemikiran dan perasaan. Bab ini menurut saya penting, karena seperti pembahasan saya dari awal bahwa terkadang ada proses dikotomis antara pemikiran dan perasaan dalam proses memotivasi atau memberikan training motivasi. Pemikiran dan perasaan harus disatukan agar motivasi bisa bertahan lama.
Buku ini terdiri dari 8 bab, sedang bab terakhir ditutup dengan pembahasan Jangan Remehkan Kebaikan. Kebaikan apa pun yang kita lakukan tidak boleh remehkan apalagi disepelekan. Menyepelekan kebaikan berarti tidak menghargai terhadap perbuatan kebaikan yang dilakukan. Padahal dengan menghargai diri sendiri berarti memberikan stimulus bagi diri sendiri untuk menyenangi perbuatan tersebut. Sama saja misalnya, orang yang merayakan keberhasilan yang telah dibuat dengan jalan mentraktir dirinya sendiri. Di sini ada mekanisme reward terhadap perbuatan baik yang telah dilakukan.
Secara umum, buku ini memberikan langkah praktis untuk menjaga motivasi dengan pendekatan perasaan. Menggantungkan segala cinta dan benci hanya karena Allah SWT merupakan landasan yang kuat untuk manusia. Dengan motivasi dengan landasan akidah, manusia akan senantiasa bergerak untuk memperbaiki diri, mawas diri, dan tentunya tidak besar kepala disaat meraih apa yang ingin dituju. Selamat membaca..!. Wallahu ‘alam. []