Skip to content

Berpikirlah Lebih Visioner ! Bagaimana dan Apa Implikasinya ?

Menjalani hidup memang persoalan mudah, jikalau ia hanya untuk sekedar dijalani. Tidak perlu bersusah diri, karena jika suatu saat mendapat masalah maka sejurus kemudian otak akan berpikir untuk menyelesaikannya.

Hidup itu gampang, jikalau hanya untuk dilewati. Tidak perlu muluk-muluk dengan apa yang ada, toh dengan mengabaikannya semua akan terselesaikan sendiri oleh waktu . 

Jikalau hidup hanya sebatas demikian, maka boleh jadi hidup telah berada pada level tanpa asa. Boleh jadi, hidup sudah tidak memiliki harapan lagi. Menjalani apa adanya tanpa sebuah target, tanpa ada capaian, dan hilangnya cita dalam diri.

Kondisi psikologi demikian bisa muncul, boleh jadi karena ia merasa telah mendapatkan segalanya. Ia juga boleh timbul dikarenakan kondisi lingkungannya yang tidak memberinya rangsangan untuk maju dan melangkah. Kondisi ini boleh juga terbit dari keinginan yang lemah dalam diri seseorang. 
Jika kita ingin mengamati, maka banyak diantara manusia yang menjalani hidup dengan sebuah prinsip, “Biarkan hidup mengalir. Kemana pun air ini berarus, maka disitu pula kita akan mengikut“. Pola sikap dan pikir yang demikian akan membuatnya gamang dalam  hidup. Ia tidak akan pernah menemukan dan merasakan bagaimana sebuah capaian dalam hidup. Baginya hidup hanya untuk dijalani, hanya sebatas itu.
Tidak Tumbuhnya Visi dalam Hidup
Berpikirlah Lebih Visioner ! Bagaimana dan Apa Implikasinya ?

Orang-orang yang punya prinsip demikian adalah orang yang tidak mempunya visi dalam hidupnya. Ia tidak mempunyai gambaran tentang kehidupan yang ia inginkan. Ia tidak mau berusaha untuk meraih apa yang ia inginkan. Pada tahap awal, ia telah kalah dan gagal berencana sehingga secara linier ia telah merencanakan kegagalan bagi hidupnya.

Banyaknya manusia yang gagal dan kurang berkontribusi, salah satunya disebabkan karena tidak tumbuhnya visi dalam hidupnya. Persoalan tumbuh atau lahirnya visi dalam hidup adalah sebuah pilihan bagi manusia. Setelah ia sadar bahwa ia tidak visioner, maka ada sebuah jalan baginya untuk memilih. Apakah ia mau menumbuhkan sikap visioner yang tidak tumbuh dan lahir dari sikap hidupnya.
Menjadi visioner bukanlah monopoli segelintir orang saja. Menjadi visioner bukanlah sikap bawaan dari lahir. Sikap visioner lahir dan tumbuh dari sebuah kesadaran untuk memilih jalan hidup. Maka, semua orang yang hidup di dunia ini berhak dan diberi kesempatan yang sama untuk menumbuhkembangkan visi dalam hidupnya.
Allah SWT telah memberikan jalan, yakni jalan untuk memilih. Kesadaran bahwa ia tidak memiliki visi atau belum lahir sikap visioner dalam dirinya adalah hadiah yang besar. Kesadaran bahwa ia tidak menumbuhkembangkan sikap visioner bagai sebuah pancing dalam hidupnya. Maka tahap selanjutnya adalah apakah ia akan memilih untuk menggunakan pancing itu memancing, tergantung dari dirinya. Disninilah hisab, perhitungan Tuhan atas dirinya.
Bagaimana menjadi visioner ?
Menjadi visioner bukanlah bawaan dari lahir. Visoner bukan sebuah hasil genetis dari orang tua. Ia adalah hasil tambah antara kesadaran dan kemauan untuk berproses.
Menjadi visioner berarti memandang jauh ke depan. Memikirkan implikasi dari sebuah pilihan, tindakan, sikap, dan kerja. Ia memandang dan berharap hasil bukan untuk hari ini saja, tapi ia memikirkan satu minggu, satu bulan, satu tahun, sepuluh tahun, lima puluh tahun, satu abad bahkan implikasi dari sebuah tindakan, aktivitas sampai ia tiada yakni di akhirat.
Menjadi visioner berarti bukan memikirkan yang instan, bahwa hari ini engkau untung persoalan selanjutnya tidak terpikir lagi. Entah selanjutnya bermanfaat, maka itu soalan yang lain. Tidak terikat sama sekali dengan capaian hari ini.
Bagi seorang muslim telah menjadi anugerah baginya bahwa Islam telah membuatnya menjadi manusia yang visoner. Entah ia sadar atau belum. Namun demikian, sungguh Islam mengajarkan untuk senantiasa menjadi visioner.

Di dalam Islam, setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Kegiatan yang dilakukan akan senantiasa terikat dengan hukum, mulai dari yang wajib hingga pilihan haram.

Konsekuensinya jelas, bahwa yang wajib akan mendatangkan rahmat dan ridha dari Allah SWT dan perkara yang haram akan mendatangkan murka dan siksa dari Allah SWT. Korelasinya, tidak semata di dunia didapatkan namun pembalasan yang sempurna berada di akhirat. Inilah sebuah cara pandang visioner yang terajarkan secara tidak sadar dalam Islam.

Berarti menjadi muslim adalah sebuah modal. Modal dikarenakan sikap visioner itu telah hadir mewarnai aktivitas kita. Tinggal bagaimana ummat Islam menyadari dan memaksimalkan diri dalam bersikap visioner dalam hidupnya.
Ada sebuah gambaran tentang cara pandang visioner dalam skup pemerintahan. Pemerintah yang tidak visoner dalam melayani dan memerintah, misalnya dalam pembuatan jalan akan membuat jalan bagi rakyatnya berdasarkan pandangan dan persiapan ala kadarnya.

Tanpa visi, ia akan membangun jalan sesuai dengan perkembangan dan permintaan rakyat, tanpa pertimbangan perkembangan perumahan. Ia akan membangun serampangan, jika sekarang rakyat butuh jalan maka ia akan membangun sesegera mungkin.

Namun jika ia visioner, maka pembuatan jalan akan dipertimbangkan perkembangan perumahan 5 atau bahkan 10 tahun ke depan. Ia akan mempertimbangkan desain tata ruang jalan yang tidak membuat kemacetan. Ia akan mempertimbangkan perumahan warga tidak boleh mendekat bahkan sangat menjorok dekat dengan jalan, karena ia telah memikirkan bahwa jikalau terjadi perkembangan maka jalan tersebut dapat dengan mudah untuk diperlebar.

Coba lihat di Indonesia, apakah pemerintah telah visioner dalam membangun jalan dan tata kota?

Jika ia visioner maka ia akan memilih untuk menghafal, memahami daripada sekedar membacanya.

Jika ia visioner, maka ia dahulukan pekerjaan-pekerjaan besar dibandingkan dengan pekerjaan kecil.

Jika ia visioner maka ia akan melaksanakan kewajiban dahulu dibandingkan mengerjakan sesuatu yang hanya mubah.

Jika ia visioner, maka ia dahulukan kerja ikhlas di atas segala pekerjaan.

Jika ia visioner, maka ia tidak akan sibuk mencari penghargaan dari manusia namun ia hanya mengharap ridha Allah SWT.

Apa Implikasinya ?
Jikalau hidup disertai dengan visi jauh ke depan, maka ia akan menjadi manusia yang kontributif. Ia senantiasa berinisiatif dengan sesuatu yang positif. Ia memikirkan perkara jauh ke depan. Ia akan menjadi manusia yang senantiasa bergerak, penuh gelora, penuh keyakinan, keikhlasan.

Dalam lingkup pribadi, ia mematrikan dalam dirinya untuk menjadi sebaik-baik manusia, yakni yang paling banyak manfaatnya bagi manusia.

Jikalau pemerintahan diwarnai oleh sikap visioner, maka ia melayani rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Keberhasilan pemerintahannya tidak diukur hari ini, tetapi bagaimana akibatnya dikemudian hari. Suksesi kepemimpinannya ia tidak ukur dengan capaiannya hari ini, namun ia juga memikirkan bagaimana ia melahirkan, mengkader pemimpin yang sama bahkan melampaui capaian dirinya.
Dalam keluarga, jikalau ia visioner maka ia tidak akan takut dengan sedikit harta dan benda yang ia tinggalkan untuk anak cucunya. Namun ia sibuk memikirkan dan membukakan jalan agar anak keturunannya tetap menyembah Allah SWT tanpa mempersekutukannya.

Dalam beristri, ia tidak hanya melihat kejelitaan wanita namun ia melihat dan memilih karena keshalihannya karena  yang ia akan bangun bukan keluarga yang hanya berumur sehari, namun keluarga yang akan menghantarkannya ke surga. Begitu pun dengan anak keturunannya, ia berharap bahwa anak keturunannya adalah keturunan yang baik-baik. Wallahu ‘alam bissawwab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *