Membicarakan tentang Islam dan bagaimana Islam mengatasi berbagai permasalahan manusia memang wajib. Islam agama yang sempurna dan memiliki seluruh solusi atas segala permasalahan, aturan, sistem, kaidah, tatacara, dan tempat bersandar jiwa, perasaan di setiap kekalutan yang dihadapi oleh ummat manusia. Namun, patut kita ketahui bahwa masyarakat yang menjadi obyek dakwah tidak selamanya mau membicarakan tentang Islam.
Source : jnukmi.uns.ac.id
Saya menulis bagian ini setelah berbicara dan berkonsultasi dengan musyrif saya. Beliau menanggapi permasalahan yang saya hadapi terkait lepasnya saya di dunia kampus pasca menyelesaikan study strata satu (S1). Saya merasa belum menguasai medan, sedang saya ingin tetap berdakwah. Medan saya berbeda, dari dunia kampus menjadi dunia kerja. Beliau memberikan pengertian bahwa dakwah itu bisa dilihat atau dibagi ke dalam dua bentuk yakni, secara formal dan non formal.
Beliau menjelaskan bahwa dakwah secara formal adalah dakwah yang sering saya lakoni sebagai seorang mahasiswa, baik dalam sekup sebagai mahasiswa yang aktif dalam dunia gerakan mahasiswa maupun dalam LDK. Corak dakwah yang dibangun lebih banyak kepada diskusi-diskusi ilmiah, sistem panelis atau dengan jalan menjadi pembicara yang didampingi oleh moderator. Semuanya terbungkus dalam dunia intelektualitas – formalitas.
Cara berdakwah formal seperti ini selain memberikan ruang bagi pengemban dakwah untuk menyampaikan pemikirannya secara ilmiah, menjelaskan pemikiran dalam podium-podium namun bisa juga dilihat dari aspek kepribadian seseorang.
Dunia Kerja
Dalam dunia kerja, jika digambarkan bekerja dalam sebuah kantor maka untuk membuat forum-forum ilmiah dengan sistem panelis seperti demikian akan susah. Hal ini dikarenakan kita yang bekerja dalam institusi tersebut terikat dengan aturan kantor. Maka, yang tersisa hanya berdakwah dengan sikap, pandangan, maupun kepribadian.
Diskusi-diskusi formal boleh jadi susah untuk dilakukan dan dibuat. Ia hanya menyisahkan ruang untuk berdiskusi seperti dialog biasa dalam percakapan yang berbatas waktu. Percakapan di sela-sela istirahat, rehat maupun selingan bicara saat bekerja.
Berbicara dalam forum resmi boleh jadi hanya ditemui jika dikantor tersebut diadakan pengajian. Itu pun mungkin terlampau lama, hanya pada waktu tertentu. Jikalau pun tidak sebagai pemateri, penceramah maka boleh jadi ia hanya menyisahkan ruang untuk menyerukan Islam dalam penerapan syariah dan khilafah dalam sesi tanya jawab.
Segmen dan Uslub Dakwah Harus Diperluas
Timbulnya keresahan yang saya hadapi, boleh jadi muncul diakibatkan karena sempitnya cara saya berpikir tentang segmen dan uslub (cara) berdakwah. Saya hanya melihat bahwa dakwah dalam kacamata sebagai seorang aktivis kampus yakni dengan diskusi, dialog, berbicara dalam forum. Sungguh, pandangan tentang uslub (cara) berdakwah yang sempit.
Segmen atau pecahan objek dakwah bukan hanya untuk kalangan mahasiswa. Namun, masyarakat lain pun memerlukan itu. Termasuk dunia tempat kita bekerja meski kondisinya berbeda dengan aktivitas di kampus.Segmen dakwah ini harusnya dan sudah menjadi sunnatullah harus meluas, karena sifat Islam adalah solusi bagi setiap permasalahan. Jawaban bagi tiap kondisi yang ada, Rahmat bagi semesta alam.
Kegamangan yang saya rasakan karena saya belum menemukan celah yang cocok untuk segmentasi dakwah saya yang baru. Namun, patut menjadi pegangan dan kunci yang harus dipegang adalah tentang menampilkan diri dengan kepribadian Islam.
Senantiasa menampilkan diri dengan akhlak dan kepribadian Islam maka akan sangat minimal khayalak tempat kerja akan bertanya, apa yang membuat dirinya demikian konsisten dengan komitmennya. Nah, disaat seperti inilah maka kita akan muncul dan tampil menunjukkan diri kita. Mau tidak mau.
Kepribadian Islam adalah Modal Utama
Terikat dengan hukum syara’ berarti menyatukan diri kita dengan kepribadian Islam. Maka tiap tindakan kita akan menjadi akhlak yang Islami. Tiap perkataan, pembicaraan dan keputusan kita berlandas pada Islam. Diri menjadi senantiasa memperhatikan dan sekuat tenaga terikat dengan syariat Islam. Ini adalah awal dan modal besar untuk berinteraksi dengan ummat.
Modal dasar ini harus senantiasa dirawat dan dijaga. Dirawat, menjaga diri dan mawas diri. Waspada dari kekaburan keputusan jauh dari pandangan Islam. Inilah dakwah non formal menurut musyrif saya.
=========
Seberapa kecil pun kontribusimu, tetaplah berkontribusi
Meski engkau tidak bisa lantang, maka pada tahap awal cukuplah dengan engkau genggam erat komitmen ini
Tak perlu dan tidak mungkin engkau melakukan lompatan panjang dan besar,
Jika engkau belum melakukan sedikit, beberapa atau mungkin banyak langkah-langkah kecil.
Teruslah… teruslah dan teruslah.
Tidak salah engkau menoleh ke belakang.
Tidak salah pula jika engkau mundur sedikit,
karena lompatan kecil membutuhkan awalan yang panjang,